Kewajiban badan usaha dan atau badan usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha hulu berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) diatur dalam pasal 31 Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, yaitu :
1. Membayar penerimaan negara yang berupa pajak meliputi pajak-pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah;
2. Membayar penerimaan negara bukan pajak yang meliputi bagian negara, pengutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi dan bonus-bonus.
Sedangkan hak badan usaha dan atau badan usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha adalah mendapatkan bagian keuntungan dari hasil produksi setelah dikurangi bagian negara. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tidak diatur secara khusus tentang komposisi pembagian hasil antara badan pelaksana dengan badan usaha dan atau badan usaha tetap. Mengacu kepada pasal 66 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 2001, maka jelas di dalam pasal ini disebutkan bahwa segala peraturan pelaksanaan dari undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina masih tetap berlaku.
Berdasarkan ketentuan pasal 16 Peraturan Pemerintah 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi ditentukan bahwa yang menetapkan pembagian hasil itu adalah Menteri Pertambangan dan Energi. Penentuan bagi hasil minyak dan gas bumi jika mengacu pada kontak bagi hasil generasi III adalah :
a. minyak : 85% untuk badan pelaksana; 15% untuk badan usaha dan badan usaha tetap;
b. gas : 70% untuk badan pelaksana dan 30% untuk badan usaha atau badan usaha tetap.
Lahirnya UU No. 25 tahun 1999 jo Undang-undang No 32 Tahun 2004, menjadi tonggak bagi daerah untuk mendapatkan bagian dari penerimaan negara dari hasil minyak dan gas bumi. Bagian daerah dari sumber daya alam secara khusus diatur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Salah satu bentuk dana perimbangan yang menjadi bagian daerah adalah Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pertambangan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat 3 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Berdasarkan pasal 19 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Penerimaan pertambangan minyak dan gas bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak dan gas bumi dari wilayah daerah yang berangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
Pembagian penerimaan berdasarkan pasal 14 (e dan f) dan 19 (2,3,4) dari pertambangan minyak dan gas bumi dibagi dengan imbangan:
a. Pembagian penerimaan dari pertambangan minyak : 84,5% untuk pemerintah pusat; 15,5% untuk daerah. Dari pembagian sebanyak 15%, bagian dari pemerintah provinsi yang bersangkutan sebanyak 3 %, kabupaten/kota penghasil sebesar 6%, dan bagian kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 6 %.
b. Pembagian penerimaan dari pertambangan Gas Bumi : 69,5% untuk pemerintah pusat; 30,5 % untuk daerah. Dari pembagian sebanyak 30,5%, bagian dari pemerintah provinsi yang bersangkutan sebanyak 6%, bagian kabupaten/kota penghasil sebesar 12%, dan bagian kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 12%.
Prosentase bagian daerah harus juga memperhitungkan biaya sosial yang ditanggung akibat beban resiko dan dampak dari eksplorasi dan eksploitasi pertambangan migas. Namun prakteknya pembagian hasil produksi migas tersebut bagi daerah penghasil sering dirasa terlalu kecil, hal ini disebabkan dampak dan resiko eksplorasi dan eksploitasi harus ditanggung oleh daerah penghasil migas. Dampak dan resiko yang harus ditanggung tidak sedikit. Fakta menunjukkan bahwa daerah penghasil migas justru masyarakatnya hidup dalam kemiskinan.
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.