Blue Sky diburu para penggemar batu dari berbagai negara |
Menariknya untuk menghindari dampak kerusakan lingkungan yang besar,
meski penambangan batu alam tersebut dilakukan bukan hanya oleh
masyarakat setempat, masyarakat menolak untuk menjual lahan kepada para
pengusaha. Selain itu dalam menambang dilarang menggunakan alat berat.
“Kami hanya menyewakan lahan kepada para pengusaha dengan batas waktu
sewa selama enam bulan. Selain itu dilarang menggunakan alat berat
dalam menggali. Lubang-lubang bekas galian yang dilakukan menggunakan
cangkul, linggis, maupun skop, harus ditutup kembali jika selesai
ditambang,” jelas Hendra A. Setyawan, ketua Asosiasi Gemslover Indonesia
(AGI), ketika dihubungi oleh Mongabay Indonesia.
Langkah ini, kata Hendra yang juga Ketua Jejak Indonesia—sebuah
lembaga peduli lingkungan hidup di OKU—sebagai upaya menjaga lingkungan
di Kecamatan Lengkiti yang merupakan hutan, perkebunan kopi dan karet.
Artinya, lokasi penambangan tersebut berada di tengah perkebunan atau di
dalam hutan yang merupakan milik masyarakat.
Tanah yang disewakan ukurannya tidak lebih dari satu kavling (10 kali
15 meter) persegi. Nilai sewanya Rp10 juta untuk enam bulan. “Meskipun
sebagian tanah belum di tambang, jika sudah masuk enam bulan, tanah
dikuasai kembali oleh pemiliknya. Jika si pengusaha tidak menimbun
lobang bekas galian, akan dituntut agar menimbunnya. Jika pengusaha
pergi saja, ya susah dia kalau mau sewa (tanah) lagi di sana.”
Dengan pola ini, jelas Hendra, kehidupan ekonomi masyarakat dan
lingkungan di sana terjaga baik. Masyarakat juga memperoleh manfaat
selain hasil kebun, yaitu menyewakan tanah juga memburu batu. Lingkungan
pun terus terjaga.
Diburu Penggemar Batu Dunia
Batu Blue Sky kali pertama ditemukan seorang perngrajin batu
cincin Wak Jai pada tahun 1975 di Desa Simpang Empat, Kecamatan
Lengkiti. Tepatnya di tepi Sungai Lengkiti. Wak Jai mengelola batu ini
sebagai batu hiasan cincin. Lantaran diolah secara tradisional, produksi
batu ini terbatas, sehingga penyebarannya berjalan lamban. Dalam satu
bulan, batu cincin yang diolah berkisar 4-5 buah.
Batu ini kemudian memiliki penggemarnya. Mengimbangi batu mulia
lainnya yang sering digunakan sebagai batu cincin yang ditemukan di OKU,
seperti batu Sunkis, Akik Darah, Anggur, Teratai, dan Pancawarna.
Sehingga tidak hanya Wak Jai yang mencari Blue Sky, termasuk para pengrajin batu lainnya.
Seiring waktu, batu yang masuk kelas Chalcedony ini
mendapatkan penggemarnya dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia
maupun international. Misalnya dari penggemar batu dari Taiwan, Jepang
dan Tiongkok.
Meskipun tidak masuk dalam 10 besar batu mulia yang terkenal di dunia, tapi skala mosh Blue Sky mencapai angka 7, melebihi batu Kalimaya dan Kecubung. Skala mosh
merupakan ukuran kekerasannya yang menentukan pengkristalan sebuah batu
mulia. Adapun batu mulia yang paling terkenal di dunia yakni Berlian,
Saphire, Ruby, Zamrud, Topaz, Kecubung, dan Kalimaya.
“Belum begitu terkenal di dunia karena baru ditemukan,” kata Hendra.
Meskipun begitu, pasaran Blue Sky di dunia kian meningkat harganya. Dalam sebuah pelelangan sebuah batu Blue Sky dengan ukuran 30 mm x 20 mm x 15 mm dihargai 220 juta rupiah.
Tapi tidak semua batu yang ditambang masyarakat dalam kualitas Blue Sky. Banyak batu yang ditemukan kualitasnya lebih rendah, sehingga dikenal sebagai biru tinta, biru blau dan lavender.
“Tidak setiap penggalian mendapatkan Blue Sky dalam kualitas
terbaik. Kualitas terbaik misalnya berwarna seperti langit, dan tidak
ada garis di dalamnya. Benar-benar biru bening,” kata Hendra. “Meskipun
begitu setiap batu biru yang ditemukan tetap memiliki harga. Harga
terendah dengan ukuran standard untuk cincin berkisar 150 ribu rupiah
per buah.”
Mengapa batu Blue Sky saat ini sangat digemari? Ternyata selain memiliki skala mosh mencapai 7 yang dapat disejajarkan sebagai batu mulia lainnya, juga secara metafisik dipercaya Blue Sky juga memberikan pengaruh yang positif bagi manusia.
“Pengaruhnya menumbuhkan kebijaksanaan, mengembangkan intuisi,
memperkuat mata dan telinga, memperkuat daya ingat, serta meningkatan
kepekaan supranatural,” kata Hendra.
Menjaga Lengkiti
Kecamatan Lengkiti merupakan wilayah terluas di Kabupaten OKU,
luasnya mencapai 481 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 32
ribu. Mayoritas bersuku Daya, dan sebagian Ogan, Komering, Lampung dan
Jawa. Saat ini sebagian besar masyarakat berkebun karet dan kopi.
Dulunya, daerah ini terkenal sebagai sentra getah damar, kopi, rotan,
serta buahan hutan seperti duku, durian, rambutan, dan manggis.
Selain itu Kecamatan Lengkiti juga masuk dalam kawasan rawan bencana
yang perlu dilindungi baik karena becana tanah longsor maupun gempa
bumi. Lengkiti masuk kawasan perlindungan dari gempa bumi, karena daerah
ini masuk wilayah Bukitbarisan yang sering terjadi gempa vulkanik.
Selain Lengkiti ancaman gempa bumi di Kecamatan Ulu Ogan, Pengandonan,
Buay Rayap, dan Muara Jaya. Selain itu sebagian Kecamatan Lengkiti
merupakan bagian dari Kawasan Suaka Alam dan Marga Satwa.
“Suku asli di Lengkiti yakni suku Daya sudah berabad-abad mengelola
hutan di sana, jangan sampai rencana penunjukan atau penetapan kawasan
tersebut membuat akses mereka menjadi tertutup, sehingga menimbulkan
konflik, dan merusak lingkungan hidup,” tutur Hendra mengakhiri
penjelasan.
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.