Selamat datang di Pusat Informasi Kelapa Sawit

Tambang Emas Nusantara

0 komentar



Asal Mula Tambang Emas iayalah pada awalnya Belanda datang di bumi Nusantara karena tertarik akan rempah-rempah khas seperti lada cengkeh, dan pala yang melimpah di negri ini. Dan kemudian Belanda juga mengeksploitasi kesuburan tanah Nusantara dengan membuka perkebunan aneka komoditas dengan menerapkan sistem tanam paksa yang sangat menyengsarakan penduduk pribumi. Selain itu Belanda juga melirik kekayaan mineral khususnya emas. Jejak kegiatan penambangan yang dilakukan Belanda selama berkuasa di Indonesia masih dapat dijumpai mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi.

Asal Mula Tambang Emas
Namun jauh sebelum Belanda datang, Nusantara sudah terkenal akan kekayaan emasnya. Emas sebagai salah satu komoditas tambang sudah dikenal dan diusahakan di Nusantara sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Selain situs tambang, banyak artefak yang ditemukan para arkeolog yang terbuat dari emas, baik berupa mahkota, perlengkapan peribadatan, perhiasan, hingga peralatan sehari-hari. Mitos atau legenda dengan emas menjadi bagian dari kisahnya, masih dituturkan hingga kini. Secara empiris hal tersebut membuktikan bahwa sejak dahulu, beberapa daerah di negri ini pernah menjadi pusat penambangan emas, pengrajin emas, hingga perdagangan emas.

Tambang Salida

Pusat tambang emas tertua Nusantara diantaranya berada di Sumatera. Menurut M.J. Crow dan T.M. van Leeuwen, jalur emas Sumatra berhimpitan dengan garis patahan karena adanya peristiwa geologi. Proses mineralisasi emas ini terjadi berbarengan dengan munculnya basur magma sepanjang Bukit Barisan. Interaksi magma dengan batuan dasar pada tekanan tertentu sehingga membentuk zona ubahan pada batuan induk lava dan tufa yang kemudian berperan sebagai batuan induk kaya mineral ( host rock ), termasuk emas. Logam mulia tersebut banyak ditemukan disekitar kawasan Bukit Barisan seperti Martabe, Rawas, Bangko, Lebong, dan Mandailing. Hal ini menjadikan pulau Sumatra terkenal dengan sebutan SWARNADWIPA. Yang dalam bahasa Sanskerta berarti "Pulau Emas" seperti yang tertera pada prasasti Nalanda, tahun 860 Masehi.

Perdagangan emas di pulau ini telah berlangsung lama. Berita mengenai Pulau Emas sudah sampai ke Eropa melalui cerita-cerita para pelaut Arab. Penyair Portugis yang terkenal, Luiz de Camoens (1524-1580), menulis sebuah puisi epik "Os Lusiadas" (1572), tentang Gunung Ophir di Pasaman yang kaya emas, yang diperdagangkan oleh penduduk lokal dengan orang asing. Melalui catatan Tome Pirse, seorang petualang di awal abad 16 telah diketahui bahwa emas telah diperdagangkan di seluruh kota pelabuhan di Sumatera terutama Barus. Bahkan jauh sebelum itu, melalui tulisan Ptolomeus dalam Geographia pada awal abad ke-2, disebutkan bahwa pelabuhan tua di pantai barat Sumatra Utara tersebut, emas telah menjadi salah satu komoditas utama yang diperdagangkan selain kapur barus. Emas yang diperdagangkan tersebut diperkirakan berasal dari sungai-sungai yang berhulu di sekitar Bukit Barisan.

Sebuah batu bertuliskan huruf Hindi yang berasal dari peradaban Hindu-Budha dari kerajaan Sriwijaya dan Melayu menceritakan bahwa “Sultan Sungai Emas” mengekspor emasnya kehilir melalui sungai Indragiri dan Siak yang mengalir dari tanah tinggi Sumatera Barat ke pantai barat Sumatera. Disebut pula bahwa orang Minang yang pertama kali menempati jantung kerajaan Sriwijaya di sekitar Palembang. Kerajaan Minangkabau yang kaya dengan emas merupakan pendukung dari Kerajaan Sriwijaya abad ke 7 pada masa kejayaan agama Budha.

Hingga awal abad ke-17 tambang-tambang di daerah Minangkabau merupakan daerah yang paling kaya akan emas di seluruh kawasan itu. Emas ditambang dari sungai-sungai di sebelah timur dan ditambang-tambang bukit Minangkabau. Dikabarkan bahwa pernah terdapat 1200 tambang emas di sana (Marsden 1783: 168; cf. Eredia 1600: 238-239).

Melalui perjanjian Painan, pada tahun 1662 VOC mendapat konsesi untuk berdagang di pantai barat Sumatra. VOC mulai mengeksploitasi kandungan emas Salida pada tahun 1669 semasa jabatan commandeur VOC ketiga untuk pos Padang; Jacob Joriszoon Pit (1667-23 Mei 1678). Dua ahli tambang pertama yang didatangkan ke Salida bernama Nicolaas Frederich Fisher dan Johan de Graf yang berasal dari Hongaria.

Selama 150 tahun beroperasinya Tambang Salida tidak banyak yang diketahui orang mengenai tambang itu sampai kemudian Verbeek menerbitkan bukunya, Nota over de verrichtingen der Oost-Indische Compagnie bij de ontginning der goud- en zilveraders te Salida op Sumatras Westkust [Catatan tentang tindakan VOC mulai menggarap sumber emas dan perak di Salida, Sumatra Barat] (1886).

Tambang Lebong

Perusahaan tambang Belanda, baik milik pemerintah maupun swasta baru mulai melakukan kegiatan penambangan di Bengkulu setelah ditemukannya formasi Lebong pada tahun 1890. Penambangan emas yang tertua diantaranya dilakukan oleh perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau berada di Lebong, Bengkulu. Kedua perusahaan itu merupakan penyumbang terbesar ekspor emas perak Hindia Belanda. Misalnya, pada tahun 1919 perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong menghasilkan 659 kg/emas dan 3.859 kg/perak, dan perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau menghasilkan 1.111 kg/emas dan 8.836 kg/perak. Setidaknya dua perusahaan ini berhasil meraup 130 ton emas selama berproduksi kurang dari setengah abad (1896-1941)

Jejak-jejak sisa penambangan yang dilakukan Belanda di Bengkulu masih dapat ditemui di Ulu Ketenong, Tambang Sawah, Lebong Donok, Lebong Simpang, Lebong Tandai.

Tambang Singkawang

Kota Singkawang yang penduduknya mayoritas keturunan Cina, leluhurnya adalah pekerja tambang emas imigran dari Cina. Kota Singkawang dulunya merupakan sebuah desa bagian dari wilayah kerajaan Sambas, Desa Singkawang sebagai tempat singgah para pedagang dan penambang emas dari Monterado. Sejarah kedatangan orang-orang Cina berawal dari potensi daerah-daerah di wilayah Kerajaan Sambas yang banyak mengandung emas. Sejak Kesultanan Sambas, tambang emas ini merupakan sumber penghasilan kesultanan. Pada 1760 Sultan Umar Akamudin II mendatangkan orang-orang sebagai pekerja tambang di daerah Sambas, Bengkayang, dan Montrado untuk meningkatkan hasil pertambangan emas. Kebijakan Sultan Sambas ini, di samping telah meningkatkan hasil emas bagi Kesultanan Sambas, juga menyebabkan gelombang masuknya ribuan imigran ke daerah itu. Para imigran ini mendirikan kongsi-kongsi pekerja tambang, semacam koloni Cina yang mengatur pemerintahan dan perdagangan.

Tambang Cikotok

Cikotok telah ditemukan sejak tahun 1839 yang kemudian dieksploitasi mulai tahun 1936 oleh perusahaan Belanda N.V. Mijnbauw Maatschapij Zuid Bantam (MMZB). Pada 1939 hingga tahun 1942 terpaksa terhenti akibat terjadinya Perang Dunia II. Selama pendudukan Jepang 1942 – 1945, kegiatan tambang dikerjakan oleh perusahaan Jepang Mitsui Kosha Kabushiki Kaisha tetapi tidak menambang emas melainkan timah hitam timbal (Pb) di Cirotan untuk keperluan produksi amunisi. Pada masa pemerintahan Sukarno tahun 1958, tambang emas Cikotok diresmikan dan dikerjakan oleh NV Tambang Emas Tjikotok (TMT) yang berada di bawah manajemen NV Perusahaan Pembangunan Pertambangan (P3). Setelah beberapa kali berganti induk perusahaan, pada tanggal 5 Juli 1968 tambang emas Cikotok dikelola oleh PN Aneka Tambang (BUMN) yang lalu berubah menjadi PT Aneka Tambang sejak 1974 dan sekarang kemudian dikenal sebagai PT Antam.

Share this article :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Support : PT Fin Komodo Teknologi | Creating Website | Dewa Yuniardi | Mas Template | Pusat Promosi
Copyright © 2012-2015. Pertambangan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger